Ilustrasi gambar dari penulis |
3 hal yang harus diisi dari manusia adalah otak, perut, dan seks. Ketiga hal tadi disebut secara berurutan dari yang terpenting untuk diisi, namun betapa banyak orang yang memiliki mindset bahwa mengisi perut lebih penting dari segalanya. Padahal ada yang lebih penting dari perut untuk diisi, tidak lain adalah otak.
Secara morfologi manusia, otak berada diatas
perut dan kemaluan. Hikmah dibalik penciptaan tersebut adalah otak menjadi
lebih urgent untuk diberi asupan
daripada perut dan nafsu. Bagaimana tidak, satu-satunya hal yang membedakan
manusia dan binatang adalah akal. Manusia tidak berbeda dengan binatang apabila
hanya mementingkan urusan perut dan nafsu syahwat. Padahal rezeki dan jodoh
sudah dijamin adanya oleh Allah SWT. Berbeda dengan ilmu yang hanya dimiliki
oleh-Nya.
Dalam kitab suci Al-qur’an, Allah berfirman
yang menyebutkan bahwa tidak ada makhluk di muka bumi yang tidak diberi rezeki oleh-Nya. Kita harus meyakini hal ini dengan sepenuh-penuhnya, keyakinan bahwa
cacing di dalam tanah pun dapat hidup meski tidak memiliki mata dan kaki. Sama
yakinnya dengan ubur-ubur yang tidak memiliki mata dan telinga bisa berkembang
biak dengan sempurna.
Konsep rezeki dipandang berbeda-beda oleh
setiap orang, bahkan ulama pun berbeda pendapat mengenai perihal ini. Salah
satu konsep rezeki adalah rezeki akan datang kepada pemiliknya meskipun ia
hanya duduk santai di rumah. Sedangkan ilmu sebagai bahan bakar otak mau tidak
mau harus dicari, ilmu tidak dapat datang sendiri tanpa kemauan dari pemilik
otak untuk menyerapnya.
Allah SWT berfirman, “Apakah kamu tidak
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan
di bumi?; bahwa yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh).
Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. al-Hajj [22]: 70)
Sumber dari segala ilmu dan keilmuan adalah
Allah SWT sebagai pemilik ilmu, tidak ada yang memiliki ilmu kecuali Allah yang
memberikannya kepada makhluk. Nabi Adam memang diberikan pengetahuan tentang
banyak hal secara instan. Namun, keturunannya tidak diberikan ilmu secara
instan melainkan dengan mencarinya sedikit demi sedikit. Baik itu melalui
literasi maupun melalui pengalaman. Bahkan, Rasulullah SAW diperintahkan untuk
membaca ketika mendapatkan wahyu pertama kali. Hal itu menunjukkan bahwa
seorang Rasulullah tidak mendapatkan ilmu secara instan, melainkan dengan
belajar meskipun dalam melakukan setiap langkahnya beliau dibimbing langsung
oleh Tuhan.
Yogykarta, 4 maret 2022
Penulis : Din Djarrin
Mahasiswa Prodi Manajemen
0 Comments